Jumat, 06 Februari 2009

Antara Rahmat Fadhol Dan Keadilan Ilahi

Tidak ada dosa yang kecil apabila dihadapkan dengan Keadilan Allah .
Sebaliknya tidak ada dosa yang besar apabila dihadapkan pada anugerah
(Fadhol) Allah. (Al-Hikam)

Manusia sebagai seorang hamba, diciptakan untuk ta’at beribadah kepada Allah swt, didalam Islam perbuatan yang dilakukan sesuai syara’ itu disebut ta’at (melaksanakan ibadah wajib atau sunah), artinya perbuatan tersebut sesuai dengan perintah Allah. Sebaliknya, disebut dosa, manakala perbuatan itu bertentangan dengan perintah Allah, atau menerjang laranganNya, sehingga tidak sesuai dengan syari’at.

Secara umum dosa dapat dibagi menjadi dua: dosa kecil, yaitu perbuatan dosa atau maksiat yang tidak berat dan hanya mendapatkan hukuman atau sanksi yang ringan dari Allah swt. Contohnya, melihat segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Yang kedua, yaitu dosa besar. Artinya perbuatan yang jika dilakukan akan mendapatkan hukuman atau sanksi yang berat dari Allah, seperti syirik, zina, adu domba, minum-minuman keras, mencuri, merampas dan sebagainya. Termasuk dosa besar adalah meninggalkan sholat, ini yang biasanya sering kita sepelekan, kalau kita melihat orang yang membunuh, merampok, dsb, kita akan menganggap dia adalah seorang pendosa besar, namun jika kita melihat orang yang tidak sholat, kita akan menganggap itu hal biasa.

Meskipun dosa kecil, apabila dilakukan terus-menerus akan sama dengan dosa besar, dan orang yang melakukannya akan terjerumus melakukan dosa besar. Allah selalu membuka pintu taubatnya bagi orang yang mau memohon ampun dan menyesali perbuatannya. Allah punya keadilan untuk menghukum orang-orang yang berdosa. Namun Allah juga punya fadhol dan rahmat untuk mengampuni dosa-dosa hambaNya.

KEADILAN

Apapun dosa itu, kecil maupun besar, ringan maupun berat, pada hakekatnya tidak ada yang kecil apabila dihadapkan pada sifat adilnya Allah. Keadilan Allah dengan keadilan manusia tidaklah sama. Keadilan Allah itu artinya, Allah berkehendak menggunakan miliknya sendiri tanpa ada yang menghalang-halangi. Sedangkan keadilan manusia adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Keadilan Manusia
Adil bagi manusia berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Misalnya, anda menempatkan sandal ditempat sandal, itu namanya adil. Karena anda telah menempatkan sesuatu pada tempatnya, akan tetapi seandainya anda menempatkan sandal di almari tempatnya Al-Qur’an, itu namanya tidak adil. Karena sandal tidak semestinya berada di almari Al-Qur’an, contoh lagi, anda membuang sampah ditempat sampah, itu berarti anda telah
bersifat adil. Namun jika sampah itu anda buang di pelataran Masjid, itu namanya tidak adil. Karena pelataran masjid bukanlah tempat sampah.

Kalau kita bicara keadilan manusia lebih jauh, coba kita amati keadaan yang ada. Termasuk bagian dari keadilan, kalau ada orang yang salah, maka harus dihukum, tidak peduli dia orang besar atau orang kecil, tidak peduli Presiden, Menteri, Gubernur, DPR, Bupati, rakyat kecil atau siapapun. Kalau dia bersalah, maka harus dihukum, karena hukum itu mengena kepada siapa saja tanpa pandang bulu.

Apabila semua itu betul-betul bisa diterapkan dengan tegas, berarti kebenaran dan keadilan telah ditegakkan dan dijunjung tinggi, karena semua telah sesuai dengan tempatnya masing-masing. Namun pada kenyataannya saat ini telah terjadi banyak sekali ketidakadilan. Jika orang kecil yang bersalah, maka dihukum, tapi bila yang bersalah adalah orang besar, maka tidak dihukum.Contohnya banyak orang besar yang telah melakukan kesalahan dan kejahatan, korupsi puluhan milyar tapi tidak diapa-apakan. Dihukumpun tidak sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Hukum sepertinya tidak mampu untuk mengadilinya. Sebaliknya jika yang melakukan kesalahan adalah rakyat kecil (wong cilik), sekecil apapun kesalahan itu, hukum dengan tegas akan menjerat “wong cilik” mencuri ayam, maka lima tahun dia akan mendekam
dalam penjara.

Ini berarti keadilan manusia tidak dijunjung lagi. Karena penyimpangan- penyimpangan itu seakan telah membudaya. Segala sesuatu memang telah terbalik, siapa yang benar seharusnya didukung dan dimenangkan, dan seharusnya yang salah harus dihukum dan dikalahkan, tapi semua telah terbalik, yang salah malah didukung, yang benar dianggap salah. Kenyataan ini sesuai dengan sabda Rasulullah ; “Ya’ti ‘ala annaasi zamanun, yushoddaqu fihi alkadzibu wa yukadzibu fihi alshodiqu, wa yu’tamanu fihi alkho’inu, wayakhunu fihi almu’tamanu”

“Akan datang kepada manusia suatu masa, dimana dimasa itu orang yang bohong dianggap benar, yang benar dianggap bohong, orang yang khianat dipercaya, dan orang yang dipercaya khianat” Inilah “wolak-walik ing zaman”, zaman yang serba terbalik. Sekarang coba kita amati dan cermati cuplikan ramalan yang disampaikan oleh Kyai Bagus Burhan atau yang lebih terkenal dengan Ronggowarsito.

Ngger…anak putuku mulo den titenono yo ngger…
Ing benjang nek ;
Tanah jowo wis kalungan wesi,
ono kreto mlaku tanpo turunggo,
ono prahu biso mlaku ing sa’duwure awang-awang,
Iku wis wolak-walik ing zaman ngger…
Ing jaman iku akeh wong wegah makaryo,
pingin urip koyo rojo.
Akeh wanityo ing wektu bengi wani nang ndi-ndi
Akeh kacong nladung biyung
Akeh anak lali bopo, akeh bopo lali anak
Akeh kali ilang kedunge, akeh pasar ilang kumandange
Wong bener tenger-tenger,
wong salah bungah-bungah,
wong jahat munggah pangkat.
Omah suci den benci, omah olo kapujo-pujo
Iki jenenge wolak-walik ing jaman
Mulo deng titenono yo ngger

“Nak.. anak cucuku…,ingatlah nak…!
“Suatu masa nanti jika :
Daratan jawa telah berkalung besi ,
ada kereta berjalan tanpa kuda,
ada kapal bisa berjalan diatas udara,
Ini sudah jaman yang terbolak-balik nak…
Dimasa itu banyak orang malas bekerja, ingin hidup bagaikan raja
Banyak wanita dimalam hari berani kemana-mana
Banyak anak- laki-laki berani kepada ibunya
Banyak anak lupa bapak,
banyak bapak lupa anak
Banyak sungai hilang “kedung”nya,
banyak pasar hilang gema keramaiannya
Orang benar menjadi linglung, orang salah berbahagia,
orang jahat naik pangkat
Rumah suci dibenci, rumah angkara dipuja-puja
Ini berarti jaman telah terbolak-balik, maka ingatlah nak…”

Dari cuplikan diatas, menunjukkan bahwa Ronggowasito ingin mengisyaratkan akan datang suatu masa, dimana segala sesuatu serba terbalik. Kebenaran tidak dijunjung tinggi lagi, keadilan tidak ditegakkan, dengan kata lain segala sesuatu sudah tidak pada tempatnya. Kalau kita amati, sepertinya semua itu sudah bisa kita temukan pada masa sekarang ini.
Besi yang terwujud rel kereta api telah melingkar hampir seluruh daratan Jawa. Kereta api, alat-alat transportasi berjalan dengan tenaga mesin, kapal udara berlalu-lalang diatas kita.

Kehidupan kian hari semakin sulit. Banyak orang yang tidak sabar dan putus asa, sehingga membuat mereka malas bekerja. Gemerlap kehidupan modern membuat mereka selalu ingin hidup enak, jadinya kejahatan meraja lela. Merampas hak orang lain, mengambil barang orang lain.

Wanita-wanita malam berkeliaran, mahkota kesuciannya di persewakan. Dengan berbagai alasan mereka tanggalkan kehormatannya. Banyak bayi lahir tanpa mengenal siapa bapaknya. Laki-laki belang berpetualang berganti pasangan, mencecerkan benih-benih pada bukan istrinya. Para pemuda berani menentang ibunya.

Keindahan dan kemurnian alam tak seperti dulu lagi, aliran air sungai tak sebening dulu. Kalau sungai jaman dulu, banyak terdapat “kedung” (lubang yang berada disungai yang dalam dan airnya agak menggenang), sekarang mungkin sangat jarang dijumpai. Disungai Brantas, dulu terdapat empat kedung, disitu terdapat ikan yang besar-besar, namun sekarang yang ada mungkin tinggal pasirnya saja.

Pasar rakyat tak seramai dulu lagi, suara gemuruh orang-orang dipasar tak lagi berkumandang, kalau dulu, pagi-pagi suara terdengar ramai berkumandang dari kejauhan “grenggeng-grenggeng” sekarang sudah tidak lagi terdengar.

Dijaman yang semakin maju budaya dan teknologi, kebenaran semakin terabaikan, hukum bagaikan sekedar hiasan negara. Kehidupan penuh dengan rekayasa dan tipu daya. Orang yang benar menjadi tertindas, menjadi bingung, linglung bersama kebenaran yang dipegang teguhnya. Para penjahat, orang-orang yang bersalah semakin bergembira ria dengan berbagai keberhasilan tipu dayanya.

Rumah-rumah suci, Masjid, tempat ibadah, tempat mencari ilmu dibenci dan > semakin dijauhi. Namun sebaliknya, rumah-rumah maksiat, tempat-tempat zina yang penuh dengan angkara selalu ramai pengunjungnya.

Jaman ini adalah jaman yang serba terbalik, banyak orang lupa mana yang benar dan mana yang salah. Menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Keadilan seperti hanya sekedar cerita.

Dimasa sekarang ini, mengajak orang ke mushola, masjid sangatlah sulit. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. Yang diriwatkan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib, “Ya’ti ‘ala anaasi zamanun layabqo mina-lIslam illa ismuhu, wa la minaddini illa rosmuhu, wa la minal qur’an illa darsuhu, yu’amirun masajidahum wahiya khorobun ‘andzikrillah”.

“Ada suatu zaman bakal tiba, dimana Islam tidak lebih dari sekadar nama (formal)nya, agama tidak lebih melainkan hanya lambangnya, Al-Qur’an tidak lebih hanya dibaca, mereka ramai-ramai bangun masjid namun sesungguhnya merobohkannya, karena sunyi dari mengingat Allah disana.”

Dimasa sekarang ini orang yang dikatakan Islam belum tentu orang yang ta’at kepada Allah. Orang-orang jahatpun akan mengaku bahwa dirinya adalah muslim. Seorang perampok, Bandar narkoba, pencuri, PSK, sampai para pejabat yang melakukan korupsi, ketika ditangkap KTP-nya tercatat agama: Islam, ini berarti Islam hanya sekedar nama, ajaran-ajarannya sudah tidak dipatuhi dan kerjakan lagi. Banyak orang yang berpakaian tak ubahnya orang yang patuh menjalankan agama, namun ternyata kejahatan dan pelampiasan hawa nafsu menjadi kebiasaan hidupnya. Bahkan pada saat ini seorang tuna susila tidak segan-segan mengenakan jilbab, kemudian mempersewakan dirinya. Al-Qur’an hanya sekedar dibaca, dan isinya sudah tidak diamalkan lagi, hukum-hukumnya sudah tidak dipegangi lagi atau dijadikan pedoman. Berlomba-lomba membangun dan merehab Masjid dengan indah dan megah, namun Masjid-masjid itu jarang digunakan beribadah hingga sirna dari dzikir Allah.

Semua kenyataan diatas, kiranya perlu untuk kita renungkan. Manusia semakin sulit membedakan yang benar dan yang salah, menjadi semakin tidak adil dengan diri dan kehidupannya. Orang yang bohong dianggap benar, orang yang benar dianggap bohong, oleh karenanya orang yang paling beruntung saat ini adalah orang yang masih mau mencari ilmu dan mengamalkannya.

Keadilan Allah

Adil bagi Allah Ta’ala berarti, Allah Ta’ala menggunakan milik – Nya sendiri sesuai dengan kehendakNya tanpa ada yang menghalang – halangi. Apapun yang terjadi, apapun yang dilakukan oleh Allah Ta’ala, dengan apapun yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala, itu adalah wewenang Allah Ta’ala. Tidak ada satupun yang bisa menghalang –halangi.

Kusno


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda kami tunggu..........Tks

 
Add to Technorati Favorites

Web Site Counter
Canon printers

Add to Technorati Favorites Add to Technorati Favorites