Rabu, 05 Agustus 2009

Re: TALENTA MANAGERIAL - “ Good leader is Good listener “

TALENTA MANAGERIAL
" Good leader is Good listener "
 
Mengapa perputaran karyawan tinggi walaupun remunerasinya di atas
rata-rata?
Uangkah pemicunya?
Atau ada faktor lain yang menentukan kesetiaan mereka?

Akhir tahun lalu, Lesmana, seorang teman lama yang ahli dalam
pengembangan bisnis telekomunikasi mendapatkan tawaran dari sebuah
perusahaan multinasional untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia
Dia tertarik dan memutuskan untuk bergabung. Dia telah banyak
mendengar tentang pimpinan perusahaan ini, yang sering diberitakan
sebagai pemimpin visionaris dan legendaris.

Gaji Lesmana besar, perlengkapan kantornya mutakhir, teknologinya
canggih, kebijakan SDM-nya pro-karyawan, kantornya megah di daerah
segitiga emas, bahkan kantinnya menyajikan makanan yang lezat dan
murah. Dua kali dia dikirim keluar negeri untuk pelatihan. "Proses
pembelajaran saya adalah yang tercepat di sini,"kata Lesmana "Sungguh
menakjubkan bekerja dengan dukungan teknologi mutakhir seperti di
perusahaan ini".

Siapa nyana dua minggu lalu, belum genap tujuh bulan bekerja di
perusahaan itu, dia mengundurkan diri. Lesmana belum mendapatkan
tawaran pekerjaan lain, tapi dia tidak sanggup lagi bertahan di sana.

Belakangan, sejumlah karyawan di divisi yang sama dengannya ikut
resigned. Direktur utama perusahaan itu pun merasa tertekan karena
perputaran (turnover) karyawan sangat tinggi. Cemas memikirkan biaya
yang sudah dikeluarkan perusahaan untuk alokasi dana pelatihan
karyawan. Ia juga bingung lantaran tidak tahu apa gerangan yang
terjadi. Mengapa karyawan yang bertalenta bagus ini mengundurkan diri, padahal gajinya sudah cukup tinggi?

Lesmana resigned karena beberapa alasan. Alasan ini juga yang
menyebabkan sebagian besar karyawan lain yang bertalenta tinggi
akhirnya mengundurkan diri.

Beberapa survey membuktikan bahwa jika anda kehilangan karyawan
berbakat, periksalah atasan langsung mereka.

Si atasan adalah alasan utama karyawan tetap bekerja dan berkembang dalam suatu perusahaan.


Namun dia jugalah yang menjadi alasan utama mengapa para karyawan berhenti dari pekerjaannya, membawa pergi pengetahuan, pengalaman dan klien mereka. Bahkan tidak jarang selanjutnya secara terang-terangan berkompetisi dengan perusahaan bekas tempatnya bekerja.

*"Karyawan meninggalkan manajernya bukan perusahaannya" *, kata para ahli SDM..
Begitu banyak uang yang telah dikeluarkan untuk tetap mempertahankan karyawan berbakat, baik dengan memberikan gaji lebih tinggi, bonus ekstra maupun pelatihan mahal. Namun pada akhirnya, perputaran karyawan kebanyakan disebabkan oleh manajer/pimpinannya , bukan oleh hal lain.

Jika anda mengalami masalah turnover , maka pertama-tama periksalah kembali para manajer anda. Apakah mereka biang keladi yang membuat para karyawan tidak betah ?

Pada tahap tertentu, karyawan tidak lagi melihat jumlah uang yang ia
dapatkan, tapi lebih kepada bagaimana mereka diperlakukan dan seberapa besar perusahaan menghargai mereka..

Kedua hal ini umumnya tergantung dari sikap para pimpinan terhadap
mereka. Dan sejauh ini, bekerja dengan atasan yang buruk sering
dialami oleh para karyawan yang bekerja dengan baik.


Survey majalah Fortune beberapa tahun lalu mengungkapkan bahwa 75% karyawan menderita karena berada di bawah manager/atasan yang menyebalkan.
Dari seluruh penyebab stress ditempat kerja, seorang atasan yang jahat
mungkin adalah hal yang terburuk, yang secara langsung akan
mempengaruhi kinerja dan mental para karyawan.
Simak saja kisah yang dikutip langsung dari" medan perang" ini.

Mulya seorang insinyur, masih bergidik saat membayangkan hari-hari
dimana ia dimaki-maki bos di depan staf lainnya. Atasannya itu sering
menghina dengan kata-kata yang kasar. Waktu menghadapi hal
menakutkan itu, Mulya praktis tak punya nyali untuk menjawab. Ia
kembali ke rumah dengan perasaan tidak keruan dan mulai menjadi kasar
seperti sang atasan. Bedanya kekesalan ini dilampiaskan ke istri dan
anak-anaknya, kadang juga ke anjing peliharaannya. Lambat laun, bukan
pekerjaan Mulya saja yang kacau balau, pernikahan dan keluarganya pun
hancur berantakan.

Nasib Ari juga setali tiga uang. Menceritakan "penyiksaan" yang
dilakukan oleh bosnya gara-gara ada perbedaan pendapat yang tidak
terlalu penting antara keduanya. Atasan Ari benar-benar menunjukkan
rasa tidak suka terhadapnya. Ia tidak lagi diikut-sertakan dalam
pengambilan keputusan. "Bahkan dia tidak lagi memberikan saya dokumen
maupun pekerjaan baru," keluh Ari. "Sangat memalukan duduk di depan meja
kosong tanpa tahu apapun dan tidak seorangpun yang membantu saya".
Lantaran tidak tahan lagi, lalu Ari mengundurkan diri.

Para ahli SDM mengatakan, dari segala bentuk kekerasan, tindakan
memperlakukan karyawan ditempat umum adalah yang terburuk.

Pada awalnya, si karyawan mungkin tidak langsung mengundurkan diri,
akan tetapi pikiran itu sudah tertanam. Jika kejadian terulang lagi,
pikiran tersebut akan semakin kuat. Dan akhirnya, pada kejadian yang
ketiga, karyawan itu akan mulai mencari pekerjaan lain.

Ketika seseorang tidak bisa membalas kemarahannya, ia akan melakukan
pembalasan "pasif".

Biasanya dengan cara memperlambat pekerjaan, berleha-leha, hanya
melakukan pekerjaan yang disuruh atau menyembunyikan informasi
penting. "Jika anda bekerja untuk orang yang menyebalkan, pada
dasarnya anda ingin orang itu mendapat kesulitan. Jiwa dan pikiran
kita tidak menyatu lagi dengan pekerjaan kita," papar Agus.

Para manajer bisa menekan bawahan melalui beragam cara. Misalnya
dengan mengontrol bawahan secara berlebihan, curiga, menekan, terlalu
kritis, bawel dan sebagainya.

Namun para atasan tersebut tidak sadar bahwa karyawan bukan merupakan
aset tetap, mereka adalah manusia bebas .

Jika ini terus berlanjut, maka seorang karyawan akan mengundurkan
diri, walau tampaknya cuma karena masalah sepele saja.

Bukan pukulan ke-100 yang menjatuhkan seseorang, tapi 99 pukulan yang diterima sebelumnya .

Memang benar, karyawan meninggalkan pekerjaannya karena bermacam
alasan untuk kesempatan yang lebih baik atau kondisi yang tidak memungkinkan lagi. Namun banyak yang semestinya tetap tinggal jika tidak ada satu orang (seperti atasan Lesmana) yang terus-menerus mengatakan," Kamu tidak penting, saya bisa dapat lusinan orang yang lebih baik dari kamu!".

Kendati tersedia segudang pekerjaan lain (terlebih dalam keadaan
pengangguran tinggi sekarang ini), bayangkanlah sesaat, berapa biaya
atas hilangnya seorang karyawan yang bertalenta tinggi.

Ada biaya yang harus dibayar untuk mencari pengganti, ada biaya
pelatihan bagi pengganti karyawan tersebut. Belum lagi akibat yang
ditimbulkan karena tidak ada orang yang mampu melakukan pekerjaan itu saat calon pengganti sedang dicari, kehilangan klien dan kontak yang
dibawa pergi karyawan yang hengkang, penurunan moral karyawan
lainnya, hilangnya rahasia penjualan dari karyawan tersebut yang
seharusnya diinformasikan ke karyawan lainnya, dan yang terutama
turunnya reputasi perusahaan. Lagi pula, setiap karyawan yang pergi, bagaimanapun juga akan menjadi "duta" untuk mewartakan hal yang baik maupun yang buruk dari perusahaan itu .

Kita semua tahu suatu perusahaan telekomunikasi besar yang orang-orang ingin sekali bergabung, atau suatu bank yang hanya sedikit orang ingin menjadi bagiannya. Mantan karyawan kedua perusahaan ini telah keluar untuk menceritakan kisah pekerjaannya.

"Setiap perusahaan yang berusaha memenangkan persaingan harus
memikirkan cara untuk mengikat jiwa setiap karyawannya, " kata Jack
Welch mantan orang nomor satu di General Electric.

Umumnya nilai suatu perusahaan terletak "diantara telinga" para
karyawannya.

Karyawan juga manusia, punya mata, punya hati, punya pikiran dan punya rasa malu serta harga diri .....










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda kami tunggu..........Tks

 
Add to Technorati Favorites

Web Site Counter
Canon printers

Add to Technorati Favorites Add to Technorati Favorites