Fw: Hmm....hmm......he he he.........

Temans,sekedar cerita dari milis tetangga

Sudah menjadi kebiasaanku, setiap membeli barang walau untuk
keperluanku dan dengan uangku sendiri, aku sering mengatakan harga yang tidak sebenarnya kepada istriku. Jujur, aku selalu merendahkan harga barang, sekitar duapuluh sampai tiga puluh persen dari harganya.
Aku tidak bermaksud apa-apa, sekedar menghindari perselisihan yang tidak perlu. Syukur-syukur dapet pujian (ngarep!). Sudah tak terhitung, berapa kali hal itu kulakukan. Aku tahu persis sifat istriku. Setiap membeli barang dia selalu
menawar, sampai titik darah penghabisan! Aku maklum, mungkin pembawaan wanita begitu. Di matanya aku selalu salah dan kemahalan jika membeli barang. "Mahal amat pak" komentarnya setiap aku pulang sambil membawa hasil belanjaan pribadi. Ikat pinggang, baju, arloji, dompet, fulpen, kaca mata, sepeda dan benda pribadi lainnya. Tapi sejak aku mengakali menurunkan harga. Istriku selalu senyum kepadaku dan berucap " Wah bapak pinter, sudah bagus, murah lagi". Kusambut komentarnya dengan senyuman, untuk menutupi kebohonganku. Itulah alasan kenapa aku selalu menurunkan harga barang didepan istri. Keputusanku ini sering membuatku nombok. Tapi biarlah, aku rela menanggungnya. Suatu saat, aku membeli celana Jeans untuk kupakai sendiri. Seperti biasa aku bilang ke istri tujuh puluh persen dari harga sebenarnya.
Murah banget pak, . . . . besok aku nitip ya" ucapnya sambil memegang dan mengamat-amati jeans itu. Mati aku, pikirku. Esoknya terpaksa aku belikan, dan nombok tiga puluh persennya. Lebih celaka lagi, istriku bercerita tentang "jeans murah dan baik" itu kepada saudara-saudaranya. Ujung-ujungnya mereka nitip beli kepadaku. Wah,nombok lagi!. Kali yang lain, aku beli botol minuman untuk anakku yang bungsu, di Ace Hardware Blok M. Botol seharga 60 rebu kubilang 40 rebu. "Wah bagus pak, murah lagi" ucap istriku."Mau. . . .mau" anakku menimpali. Minggu berikutnya, kami sekeluarga pergi ke Pondok Indah Mall, dan mampir juga ke Ace Hardware. Saat kami asyik melihat-lihat barang, tiba-tiba, "Ma . . ini tempat minum yang bapak beli, . . tapi kok harganya lain ya?" si bungsu berteriak setengah menyelidik. Sebelum istriku menginterogasi, cepat-cepat aku cari selamat. " Wah, . ..rupanya sudah naik ya, . . . untung tempo hari bapak cepet-cepet beli". Slamet. . . slamet. Hampir saja kedokku terbuka. Pengalaman tipu-menipu ini kuceritakan kepada temanku, sesama bapak-bapak. Rupanya, banyak juga diantara mereka yang melakukan hal yang sama, dengan alasan yang tidak jauh berbeda! Pengalaman terkonyol pernah menimpa temanku, sebut saja pak D. Beliau adalah salah seorang petinggi TPI waktu jamannya mbak Tutut. Suatu hari pak D membeli Jeep Wrangler baru seharga 70 jeti (waktu itu harga Land Cruiser 120 jeti, Vitara 35 jeti, Kijang 25 jeti). Istri temanku adalah priyayi (anak orang terpandang), jarang naik Jip,
baginya naik jip ibarat naik gerobak. "Ngapain sih pak beli gerobak?, . . . . mending buat beli sedan aja" ucapnya sambil cemberut. "Murah kok ma, . . . cuma 50 jeti" temanku membela diri, dengan tidak menyebut harga sebenarnya. Tanya jawab selesai.
Nasib baik. Temanku dikirim mbak Tutut sekolah ke luar negeri. Gerobak tidak ada yang ngurus. Karena garasi terisi oleh mobil lain, akhirnya sang Gerobak ditaruh di halaman, terkena panas dan hujan. Sang istri tidak pernah menyenggol gerobak itu. Sampai suatu hari, terjadi pembicaraan telepon. "Pa, . . . mobilnya ada yang nawar 55 jeti" "Terus gimana ma. . . . . ." "ya udah, tak lepas aja, lumayan pa, untung 5 jeti" "Ya udah ma", jawab temanku dengan suara lemes, "yah rugi 15 jeti !", gumamnya. Mendengar ceritanya aku terbahak-bahak, tak kunjung henti.Walau sudah kejeblos, temanku, juga diriku tetap saja menipu. Bohong putih, pikirku. Menipu untuk kebaikan. Hehehe

Pesan buat ibu-ibu. Percaya kepada omongan suami, itu harus. Tapiii...kalau seratus persen, Jangan !"..